Pada zaman Nabi
Muhammad SAW, ada seorang pemuda bermata biru, rambutnya merah, pundaknya
lapang panjang, berpenampilan cukup tampan, kulitnya kemerah-merahan, dagunya
menempel di dada selalu melihat pada tempat sujudnya, tangan kanannya menumpang
pada tangan kirinya, ahli membaca Al Qur'an dan menangis, pakaiannya hanya dua
helai sudah kusut yang satu untuk penutup badan dan yang satunya untuk
selendangan, tiada orang yang menghiraukan, tak dikenal oleh penduduk bumi akan
tetapi sangat terkenal di langit.
Dia, jika bersumpah
demi Allah pasti terkabul. Pada hari kiamat nanti ketika semua ahli ibadah
dipanggil disuruh masuk surga, dia justru dipanggil agar berhenti dahulu dan
disuruh memberi syafa'at, ternyata Allah memberi izin dia untuk memberi
syafa'at sejumlah qobilah Robi'ah dan qobilah Mudhor, semua dimasukkan surga
tak ada yang ketinggalan karenanya. Dia adalah "Uwais al-Qarni". Ia
tak dikenal banyak orang dan juga miskin, banyak orang suka menertawakan,
mengolok-olok, dan menuduhnya sebagai tukang membujuk, tukang mencuri serta
berbagai macam umpatan dan penghinaan lainnya.
Seorang fuqoha' negeri
Kuffah, karena ingin duduk dengannya, memberinya hadiah dua helai pakaian, tapi
tak berhasil dengan baik, karena hadiah pakaian tadi diterima lalu dikembalikan
lagi olehnya seraya berkata : "Aku khawatir, nanti sebagian orang menuduh
aku, dari mana kamu dapatkan pakaian itu, kalau tidak dari membujuk pasti dari
mencuri".
Pemuda dari Yaman ini
telah lama menjadi yatim, tak punya sanak famili kecuali hanya ibunya yang
telah tua renta dan lumpuh. Hanya penglihatan kabur yang masih tersisa. Untuk
mencukupi kehidupannya sehari-hari, Uwais bekerja sebagai penggembala kambing.
Upah yang diterimanya hanya cukup untuk sekedar menopang kesehariannya bersama
Sang ibu, bila ada kelebihan, ia pergunakan untuk membantu tetangganya yang
hidup miskin dan serba kekurangan seperti keadaannya. Kesibukannya sebagai
penggembala domba dan merawat ibunya yang lumpuh dan buta, tidak mempengaruhi
kegigihan ibadahnya, ia tetap melakukan puasa di siang hari dan bermunajat di
malam harinya.
Uwais al-Qarni telah
memeluk Islam pada masa negeri Yaman mendengar seruan Nabi Muhammad SAW. yang
telah mengetuk pintu hati mereka untuk menyembah Allah, Tuhan Yang Maha Esa,
yang tak ada sekutu bagi-Nya. Islam mendidik setiap pemeluknya agar berakhlak
luhur. Peraturan-peraturan yang terdapat di dalamnya sangat menarik hati Uwais,
sehingga setelah seruan Islam datang di negeri Yaman, ia segera memeluknya,
karena selama ini hati Uwais selalu merindukan datangnya kebenaran. Banyak
tetangganya yang telah memeluk Islam, pergi ke Madinah untuk mendengarkan
ajaran Nabi Muhammad SAW secara langsung. Sekembalinya di Yaman, mereka
memperbarui rumah tangga mereka dengan cara kehidupan Islam.
Alangkah sedihnya hati
Uwais setiap melihat tetangganya yang baru datang dari Madinah. Mereka itu
telah "bertamu dan bertemu" dengan kekasih Allah penghulu para Nabi,
sedang ia sendiri belum. Kecintaannya kepada Rasulullah menumbuhkan kerinduan
yang kuat untuk bertemu dengan sang kekasih, tapi apalah daya ia tak punya
bekal yang cukup untuk ke Madinah, dan yang lebih ia beratkan adalah sang ibu
yang jika ia pergi, tak ada yang merawatnya.
Di ceritakan ketika
terjadi perang Uhud Rasulullah SAW mendapat cedera dan giginya patah karena
dilempari batu oleh musuh-musuhnya. Kabar ini akhirnya terdengar oleh Uwais. Ia
segera memukul giginya dengan batu hingga patah. Hal tersebut dilakukan sebagai
bukti kecintaannya kepada beliau SAW, sekalipun ia belum pernah melihatnya.
Hari berganti dan musim berlalu, dan kerinduan yang tak terbendung membuat
hasrat untuk bertemu tak dapat dipendam lagi. Uwais merenungkan diri dan
bertanya dalam hati, kapankah ia dapat menziarahi Nabinya dan memandang wajah
beliau dari dekat ? Tapi, bukankah ia mempunyai ibu yang sangat membutuhkan
perawatannya dan tak tega ditingalkan sendiri, hatinya selalu gelisah siang dan
malam menahan kerinduan untuk berjumpa. Akhirnya, pada suatu hari Uwais
mendekati ibunya, mengeluarkan isi hatinya dan memohon izin kepada ibunya agar
diperkenankan pergi menziarahi Nabi SAW di Madinah. Sang ibu, walaupun telah
uzur, merasa terharu ketika mendengar permohonan anaknya. Beliau memaklumi
perasaan Uwais, dan berkata : "Pergilah wahai anakku ! temuilah Nabi di
rumahnya. Dan bila telah berjumpa, segeralah engkau kembali pulang".
Dengan rasa gembira ia berkemas untuk berangkat dan tak lupa menyiapkan
keperluan ibunya yang akan ditinggalkan serta berpesan kepada tetangganya agar
dapat menemani ibunya selama ia pergi.
Sesudah berpamitan sambil menciumi sang ibu, berangkatlah Uwais
menuju Madinah yang berjarak kurang lebih empat ratus kilometer dari Yaman.
Medan yang begitu ganas dilaluinya, tak peduli penyamun gurun pasir, bukit yang
curam, gurun pasir yang luas yang dapat menyesatkan dan begitu panas di siang
hari, serta begitu dingin di malam hari, semuanya dilalui demi bertemu dan
dapat memandang sepuas-puasnya paras baginda Nabi SAW yang selama ini
dirindukannya. Tibalah Uwais al-Qarni di kota Madinah. Segera ia menuju ke
rumah Nabi SAW, diketuknya pintu rumah itu sambil mengucapkan salam. Keluarlah
sayyidatina 'Aisyah r.a., sambil menjawab salam Uwais. Segera saja Uwais
menanyakan Nabi yang ingin dijumpainya. Namun ternyata beliau SAW tidak berada
di rumah melainkan berada di medan perang. Betapa kecewa hati sang perindu,
dari jauh ingin berjumpa tetapi yang dirindukannya tak berada di rumah. Dalam
hatinya bergolak perasaan ingin menunggu kedatangan Nabi SAW dari medan perang.
Tapi, kapankah beliau pulang ? Sedangkan masih terngiang di telinga pesan
ibunya yang sudah tua dan sakit-sakitan itu, agar ia cepat pulang ke
Yaman," Engkau harus lekas pulang". Karena ketaatan kepada ibunya,
pesan ibunya tersebut telah mengalahkan suara hati dan kemauannya untuk
menunggu dan berjumpa dengan Nabi SAW. Ia akhirnya dengan terpaksa mohon pamit
kepada sayyidatina 'Aisyah r.a. untuk segera pulang ke negerinya. Dia hanya
menitipkan salamnya untuk Nabi SAW dan melangkah pulang dengan perasaan haru.
Sepulangnya dari
perang, Nabi SAW langsung menanyakan
tentang kedatangan orang yang mencarinya. Nabi Muhammad SAW menjelaskan bahwa
Uwais al-Qarni adalah anak yang taat kepada ibunya. Ia adalah penghuni langit
(sangat terkenal di langit). Mendengar perkataan baginda Rosulullah SAW,
sayyidatina 'Aisyah r.a. dan para sahabatnya tertegun. Menurut informasi
sayyidatina 'Aisyah r.a., memang benar ada yang mencari Nabi SAW dan segera
pulang kembali ke Yaman, karena ibunya sudah tua dan sakit-sakitan sehingga ia
tidak dapat meninggalkan ibunya terlalu lama. Rosulullah SAW bersabda :
"Kalau kalian ingin berjumpa dengan dia (Uwais al-Qarni), perhatikanlah,
ia mempunyai tanda putih di tengah-tengah telapak tangannya." Sesudah itu
beliau SAW, memandang kepada sayyidina Ali k.w. dan sayyidina Umar r.a. dan
bersabda : "Suatu ketika, apabila kalian bertemu dengan dia, mintalah do'a
dan istighfarnya, dia adalah penghuni langit dan bukan penghuni bumi".
Tahun terus berjalan,
dan tak lama kemudian Nabi SAW wafat, hingga kekhalifahan sayyidina Abu Bakar
ash-Shiddiq r.a. telah di estafetkan Khalifah Umar r.a. Suatu ketika, khalifah
Umar teringat akan sabda Nabi SAW. tentang Uwais al-Qarni, sang penghuni
langit. Beliau segera mengingatkan kepada sayyidina Ali k.w. untuk mencarinya
bersama. Sejak itu, setiap ada kafilah yang datang dari Yaman, beliau berdua
selalu menanyakan tentang Uwais al-Qorni, apakah ia turut bersama mereka.
Diantara kafilah-kafilah itu ada yang merasa heran, apakah sebenarnya yang
terjadi sampai-sampai ia dicari oleh beliau berdua. Rombongan kafilah dari
Yaman menuju Syam silih berganti, membawa barang dagangan mereka.
Suatu ketika, Uwais
al-Qorni turut bersama rombongan kafilah menuju kota Madinah. Melihat ada
rombongan kafilah yang datang dari Yaman, segera khalifah Umar r.a. dan
sayyidina Ali k.w. mendatangi mereka dan menanyakan apakah Uwais turut bersama
mereka. Rombongan itu mengatakan bahwa ia ada bersama mereka dan sedang menjaga
unta-unta mereka di perbatasan kota. Mendengar jawaban itu, beliau berdua
bergegas pergi menemui Uwais al-Qorni. Sesampainya di kemah tempat Uwais
berada, Khalifah Umar r.a. dan sayyidina Ali k.w. memberi salam. Namun rupanya
Uwais sedang melaksanakan sholat. Setelah mengakhiri shalatnya, Uwais menjawab
salam kedua tamu agung tersebut sambil bersalaman. Sewaktu berjabatan, Khalifah
Umar segera membalikkan tangan Uwais, untuk membuktikan kebenaran tanda putih
yang berada ditelapak tangan Uwais, sebagaimana pernah disabdakan oleh baginda
Nabi SAW. Memang benar ! Dia penghuni langit. Dan ditanya Uwais oleh kedua tamu
tersebut, siapakah nama saudara ? "Abdullah", jawab Uwais. Mendengar
jawaban itu, kedua sahabatpun tertawa dan mengatakan : "Kami juga
Abdullah, yakni hamba Allah. Tapi siapakah namamu yang sebenarnya ?" Uwais
kemudian berkata: "Nama saya Uwais al-Qorni". Dalam pembicaraan
mereka, diketahuilah bahwa ibu Uwais telah meninggal dunia. Itulah sebabnya, ia
baru dapat turut bersama rombongan kafilah dagang saat itu. Akhirnya, Khalifah
Umar dan Ali k.w. memohon agar Uwais berkenan mendo'akan untuk mereka. Uwais
enggan dan dia berkata kepada khalifah: "Sayalah yang harus meminta do'a
kepada kalian". Mendengar perkataan Uwais, Khalifah berkata: "Kami
datang ke sini untuk mohon do'a dan istighfar dari anda". Karena desakan
kedua sahabat ini, Uwais al-Qorni akhirnya mengangkat kedua tangannya, berdo'a
dan membacakan istighfar. Setelah itu Khalifah Umar r.a. berjanji untuk
menyumbangkan uang negara dari Baitul Mal kepada Uwais, untuk jaminan hidupnya.
Segera saja Uwais menolak dengan halus dengan berkata : "Hamba mohon
supaya hari ini saja hamba diketahui orang. Untuk hari-hari selanjutnya,
biarlah hamba yang fakir ini tidak diketahui orang lagi".
Setelah kejadian itu,
nama Uwais kembali tenggelam tak terdengar beritanya. Tapi ada seorang lelaki
pernah bertemu dan di tolong oleh Uwais , waktu itu kami sedang berada di atas
kapal menuju tanah Arab bersama para pedagang, tanpa disangka-sangka angin
topan berhembus dengan kencang. Akibatnya hempasan ombak menghantam kapal kami
sehingga air laut masuk ke dalam kapal dan menyebabkan kapal semakin berat.
Pada saat itu, kami melihat seorang laki-laki yang mengenakan selimut berbulu
di pojok kapal yang kami tumpangi, lalu kami memanggilnya. Lelaki itu keluar
dari kapal dan melakukan sholat di atas air. Betapa terkejutnya kami melihat
kejadian itu. "Wahai waliyullah," Tolonglah kami !" tetapi
lelaki itu tidak menoleh. Lalu kami berseru lagi," Demi Zat yang telah
memberimu kekuatan beribadah, tolonglah kami!"Lelaki itu menoleh kepada
kami dan berkata: "Apa yang terjadi ?" "Tidakkah engkau melihat
bahwa kapal dihembus angin dan dihantam ombak ?"tanya kami.
"Dekatkanlah diri kalian pada Allah ! "katanya. "Kami telah
melakukannya." "Keluarlah kalian dari kapal dengan membaca
bismillahirrohmaanirrohiim!" Kami pun keluar dari kapal satu persatu dan
berkumpul di dekat itu. Pada saat itu jumlah kami lima ratus jiwa lebih.
Sungguh ajaib, kami semua tidak tenggelam, sedangkan perahu kami berikut isinya
tenggelam ke dasar laut. Lalu orang itu berkata pada kami ,"Tak apalah
harta kalian menjadi korban asalkan kalian semua selamat". "Demi
Allah, kami ingin tahu, siapakah nama Tuan ? "Tanya kami. "Uwais
al-Qorni". Jawabnya dengan singkat. Kemudian kami berkata lagi kepadanya,
"Sesungguhnya harta yang ada di kapal tersebut adalah milik orang-orang
fakir di Madinah yang dikirim oleh orang Mesir." "Jika Allah
mengembalikan harta kalian. Apakah kalian akan membagi-bagikannya kepada
orang-orang fakir di Madinah?" tanyanya."Ya,"jawab kami. Orang
itu pun melaksanakan sholat dua rakaat di atas air, lalu berdo'a. Setelah Uwais
al-Qorni mengucap salam, tiba-tiba kapal itu muncul ke permukaan air, lalu kami
menumpanginya dan meneruskan perjalanan. Setibanya di Madinah, kami
membagi-bagikan seluruh harta kepada orang-orang fakir di Madinah, tidak
satupun yang tertinggal.
Beberapa waktu
kemudian, tersiar kabar kalau Uwais al-Qorni telah pulang ke rahmatullah.
Anehnya, pada saat dia akan dimandikan tiba-tiba sudah banyak orang yang
berebutan untuk memandikannya. Dan ketika dibawa ke tempat pembaringan untuk
dikafani, di sana sudah ada orang-orang yang menunggu untuk mengkafaninya.
Demikian pula ketika orang pergi hendak menggali kuburnya. Di sana ternyata
sudah ada orang-orang yang menggali kuburnya hingga selesai. Ketika usungan
dibawa menuju ke pekuburan, luar biasa banyaknya orang yang berebutan untuk
mengusungnya. Dan Syeikh Abdullah bin Salamah menjelaskan, "ketika aku
ikut mengurusi jenazahnya hingga aku pulang dari mengantarkan jenazahnya, lalu
aku bermaksud untuk kembali ke tempat penguburannya guna memberi tanda pada
kuburannya, akan tetapi sudah tak terlihat ada bekas kuburannya. (Syeikh
Abdullah bin Salamah adalah orang yang pernah ikut berperang bersama Uwais
al-Qorni pada masa pemerintahan sayyidina Umar r.a.)
Meninggalnya Uwais al-Qorni telah menggemparkan masyarakat kota
Yaman. Banyak terjadi hal-hal yang amat mengherankan. Sedemikian banyaknya
orang yang tak dikenal berdatangan untuk mengurus jenazah dan pemakamannya,
padahal Uwais adalah seorang fakir yang tak dihiraukan orang. Sejak ia
dimandikan sampai ketika jenazahnya hendak diturunkan ke dalam kubur, di situ
selalu ada orang-orang yang telah siap melaksanakannya terlebih dahulu.
Penduduk kota Yaman tercengang. Mereka saling bertanya-tanya : "Siapakah
sebenarnya engkau wahai Uwais al-Qorni ? Bukankah Uwais yang kita kenal,
hanyalah seorang fakir yang tak memiliki apa-apa, yang kerjanya hanyalah
sebagai penggembala domba dan unta ? Tapi, ketika hari wafatmu, engkau telah
menggemparkan penduduk Yaman dengan hadirnya manusia-manusia asing yang tidak
pernah kami kenal. Mereka datang dalam jumlah sedemikian banyaknya. Agaknya
mereka adalah para malaikat yang di turunkan ke bumi, hanya untuk mengurus
jenazah dan pemakamannya. Baru saat itulah penduduk Yaman mengetahuinya siapa
"Uwais al-Qorni" ternyata ia tak terkenal di bumi tapi terkenal di
langit.